Rasulullah itu adalah orang yang sangat
dicintai oleh para sahabatnya, umumnya para sahabat mencintai
Rasulullah Saw, walau ada sebagian sahabat yang diam-diam membenci
Rasulullah. Tetapi mayoritas sahabat itu sangat mencintai Rasulullah
Saw.
Pernah suatu malam Rasulullah mendengar
suara beberapa orang di luar kamarnya, Rasulullah menegur: “Kenapa
kalian berkumpul di sini?” lalu mereka menjawab: “Ya Rasulullah, kami
tidak sanggup tidur khawatir ketika kami tidur nanti, orang-orang kafir
datang dan membunuhmu.” Mereka sukarela menjadi satpam Rasulullah Saw,
datang sendiri, tidak dibayar. Tetapi Rasulullah Saw mengatakan, “Tidak,
Allah melindungi aku, pulanglah kamu ke tempat kamu masing-masing.”
Ada
seorang pedagang minyak wangi, di Madinah. Setiap kali pergi ke pasar,
dia singgah dulu ke rumah Rasulullah Saw, dia tunggu sampai Rasulullah
keluar. Setelah Rasulullah keluar, dia hanya mengucapkan salam lalu
memandang Rasulullah saja, setelah puas dia pergi. Suatu saat setelah
dia ketemu Rasululllah dia pergi, lalu tak lama kemudian balik lagi dari
pasar dan dia datang kepada Rasulullah Saw dan meminta izin, “Saya
ingin melihat engkau ya Rasulullah, karena saya takut tidak sanggup
melihat engkau setelah ini.” Dan Rasulullah mengizinkannya.
Kemudian, setelah kejadian itu
Rasulullah tidak pernah melihat lagi tukang minyak wangi itu. Disuruhnya
sahabatnya pergi melihat, ternyata ia sudah meninggal dunia tidak lama
setelah dia pergi dari pasan dan memandang wajah Rasulullah Saw itu.
Lalu kata Rasulullah Saw: “Kecintaannya kepadaku akan menyelamatkan dia
di hari akhirat.”
Ada
lagi seorang sahabat Rasulullah bernama Abu Ayyub Al-Anshari. Ketika
Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau beristirahat dahulu di pinggiran
kota menginap di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Rumahnya itu dua tingkat,
Abu Ayyub dan istrinya di tingkat atas dan Rasulullah Saw di bawah. Pada
malam hari Abu Ayub dan istrinya tidak sanggup tidur karena mereka
takut menggerakkan tubuhnya, semua terbujur seperti sebongkah kayu
menahan dirinya untuk tidak bergerak. Mereka takut kalau bergerak, nanti
debu-debu dari atas itu berjatuhan kepada Rasulullah. Setelah
Rasulullah mengetahui hal itu, beliau sangat terharu lalu kepada Abu
Ayub diajarkan sebuah doa sebagai penghargaan beliau atas cinta yang
tulus dari Abu Ayub.
Dalam perang Uhud, ketika kaki
Rasulullah terluka, ada seorang sahabat melihatnya lalu mengejar
Rasulullah. Dia pegang kaki itu lalu dia bersihkan luka itu dengan
jilatannya. Rasulullah kaget lalu berkata, “Lepaskan! Lepaskan!” Sahabat
itu berkata: “Tidak Ya Rasulullah, aku tidak akan melepaskannya sampai
luka ini kering!”
Ada
lagi seorang sahabat, yang setelah Rasulullah meninggal dunia,
membanggakan mulutnya yang tidak ada gigi lagi. Saat perang Uhud itu
juga, Rasulullah cedera karena rantai pelindung kepalanya menusuk
pipinya. Lalu seorang sahabat menarik rantai itu dengan giginya, tapi
sebelum rantai itu keluar, seluruh giginya rontok. Dia bangga bahwa
giginya itu berjatuhan karena membela Rasulullah yang dicintainya.
Sehingga menjadi satu kebahagiaan tersendiri. Ini, sekali lagi masalah
cinta, dan cinta itu selalu tidak wajar.
Ada
satu contoh lagi kecintaan orang kepada Rasulullah Saw. Menjelang suatu
peperangan, Rasulullah sedang membariskan pasukannya karena Rasulullah
selalu merapikan barisan pasukannya. Ternyata ada seorang sahabat,
mungkin karena perutnya terlalu besar, selalu perutnya itu berada di
luar barisan. Kemudian Rasulullah lewat dan memukul perutnya itu agar
dirapikan dengan barisan. Lalu sahabat itu memandang Rasulullah dan
berkata: “Engkau diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, kenapa
kau sakiti perutku?” Lalu Rasulullah turun dari kudanya, dan menyerahkan
alat pemukul itu, lalu berseru: “Pukullah aku! Sebagai qishas atas
kesalahanku.” Kemudian orang itu berkata: “Tapi engkau pukul langsung
kepada kulit perutku.” Lalu Rasulullah segera membuka pakaiannya,
tiba-tiba sahabat itu memeluk Rasulullah dan mencium perutnya.
Rasulullah kaget dan berkata: “Ada apa denganmu?” Sahabat itu menjawab:
“Ya Rasulullah, genderang perang sudah ditabuh, mungkin ini adalah saat
terakhir perjumpaanku denganmu. Saya ingin sebelum meninggal dunia,
sempat mencium perutmu yang mulia.”
Dan sahabat itu kemudian gugur di medan
perang setelah mencium perut Rasulullah Saw. Rupanya ini hanya strategi
dia agar sanggup mencium perut Rasulullah Saw.
Kelak, setelah Rasulullah meninggal
dunia, kecintaan para sahabat itu diungkapkan dengan kerinduan yang luar
biasa kepada Rasulullah Saw.
Bilal yang selalu adzan semasa hidup
Rasulullah tidak mau beradzan lagi setelah wafat Rasulullah karena Bilal
tidak sanggup mengucapkan “Asyhadu anna Muhammad Rasululah” karena ada
kata-kata Muhammad di situ. Tapi karena desakan Sayyidah Fatimah yang
saat itu rindu mendengar suara adzan Bilal, dan mengingatkan beliau akan
ayahnya. Bilal akhirnya dengan berat hati mau beradzan. Saat itu waktu
Subuh, dan ketika Bilal sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammad
Rasulullah, Bilal tidak sanggup meneruskannya, dia berhenti dan menangis
terisak-isak. Dia turun dari mimbar dan minta izin pada Sayyidah
Fatimah untuk tidak lagi membaca adzan karena tidak sanggup
menyelesaikannya hingga akhir. Ketika Bilal berhenti saat adzan itu,
seluruh Madinah berguncang karena tangisan kerinduan akan Rasulullah
Saw.
Mengapa Rasulullah dirindukan atau
dicintai? Itu bukan hanya karena Allah SWT membuka hati mereka untuk
rindu, tetapi karena akhlak Rasulullah yang menarik kecintaan mereka.
Dan akhlak itu adalah Sunnah. Sekiranya kita mencontoh akhlak beliau
ini, pasti kitapun akan dicintai oleh banyak manusia. Tentu tidak oleh
semua manusia, karena Rasulullah juga tidak dicintai oleh sem ua
manusia, tidak dicintai oleh semua sahabat dan tidak dicintai oleh semua
makhluk. Tapi sekiranya kita mempraktekkan akhlak Rasulullah itu dalam
pergaulannya dengan orang banyak, pasti kitapun akan menjadi manusia,
yang dicintai oleh kebanyakan umat manusia.